Rabu, 23 November 2011
BATU GOLOG
Pada jaman dahulu di daerah Padamara dekat Sungai Sawing di Nusa Tenggara
Barat hiduplah sebuah keluarga miskin. Sang istri bernama Inaq Lembain dan sang
suami bernama Amaq Lembain
Mata pencaharian mereka adalah buruh tani. Setiap hari mereka berjalan
kedesa desa menawarkan tenaganya untuk menumbuk padi.
Kalau Inaq Lembain menumbuk padi maka kedua anaknya menyertai pula. Pada
suatu hari, ia sedang asyik menumbuk padi. Kedua anaknya ditaruhnya diatas
sebuah batu ceper didekat tempat ia bekerja.
Anehnya, ketika Inaq mulai menumbuk, batu tempat mereka duduk makin lama
makin menaik. Merasa seperti diangkat, maka anaknya yang sulung mulai memanggil
ibunya: “Ibu batu ini makin tinggi.” Namun sayangnya Inaq Lembain sedang sibuk
bekerja. Dijawabnya, “Anakku tunggulah sebentar, Ibu baru saja menumbuk.”
Begitulah yang terjadi secara berulang-ulang. Batu ceper itu makin lama
makin meninggi hingga melebihi pohon kelapa. Kedua anak itu kemudian berteriak
sejadi-jadinya. Namun, Inaq Lembain tetap sibuk menumbuk dan menampi beras.
Suara anak-anak itu makin lama makin sayup. Akhirnya suara itu sudah tidak
terdengar lagi.
Batu Goloq
itu makin lama makin tinggi. Hingga membawa kedua anak itu
mencapai awan. Mereka menangis sejadi-jadinya. Baru saat itu Inaq Lembain
tersadar, bahwa kedua anaknya sudah tidak ada. Mereka dibawa naik oleh Batu
Goloq.
Inaq Lembain menangis tersedu-sedu. Ia kemudian berdoa agar dapat mengambil
anaknya. Syahdan doa itu terjawab. Ia diberi kekuatan gaib. dengan sabuknya ia
akan dapat memenggal Batu Goloq itu. Ajaib, dengan menebaskan sabuknya batu itu
terpenggal menjadi tiga bagian. Bagian pertama jatuh di suatu
tempat yang kemudian diberi nama Desa Gembong olrh karena menyebabkan tanah di
sana bergetar. Bagian ke dua jatuh di tempat yang diberi nama Dasan Batu oleh
karena ada orang yang menyaksikan jatuhnya penggalan batu ini. Dan potongan
terakhir jatuh di suatu tempat yang menimbulkan suara gemuruh. Sehingga tempat
itu diberi nama Montong Teker.
Sedangkan kedua anak itu tidak jatuh ke bumi. Mereka telah berubah menjadi
dua ekor burung. Anak sulung berubah menjadi burung Kekuwo dan adiknya berubah
menjadi burung Kelik. Oleh karena keduanya berasal dari manusia maka kedua
burung itu tidak mampu mengerami telurnya.
Tema :
Kecerobohan yang membawa
bencana
Amanat :
Apabila kita sedang
bekerja dan pada saat itu kita membawa anak. Janganlah terlalu serius dengan
pekerjaan. Sesekali lihatlah keadaan anak kita. Jangan sampai kita menyesal
pada akhirnya
Penokohan :
Inaq Lembain : Ceroboh, Pekerja Keras, Baik hati, Penyabar
Amaq Lembain : Pekerja Keras
Kedua Anak : Terlalu panik, Patuh
pada perintah
Alur :
Maju
Setting :
Tempat : Di
daerah Padamara, Nusa Tenggara Barat
Waktu : siang
hari pada saat menumbuk padi
Suasana : menyesal dan
bersedih
Sudut Pandang :
Sudut Pandang orang ke-2
UNSUR EKSTRINSIK :
Kebiasaan :
Kebisaan di sana , jika
orang tua bekerja anak-anak pun ikut mereka bekerja walaupun tidak sepenuhnya
membantu mereka.
Kejiwaan Pengarang :
Pengarang memberi pesan
kepada pembaca. Supaya pembaca dapat mengambil hikmah dari cerita tersebut.
Salah satu pesannya adalah tentang penyesalan karena suatu kecerobohan seorang
ibu dalam menjaga anak-anaknya. Label: Cerpen, Tugas, Unsur Intrinsik dan ekstrinsik
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar